Cikalongwetan, detikhukum | Dugaan tindak penipuan dan praktik pernikahan ganda yang melibatkan H, anak tiri dari istri muda Kepala Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menuai sorotan tajam dari masyarakat. H disebut telah menikah dengan dua perempuan secara sah tercatat, meskipun proses perceraian dengan istri pertama belum tuntas.
Fakta yang diungkap oleh Dewi, ibu dari A (salah satu istri H), memperlihatkan kejanggalan serius dalam prosedur pencatatan nikah.
“H menikah dengan inisial C pada 2021 dan baru keluar akta cerai tahun 2024. Sementara pernikahan anak saya (A) dengan H berlangsung pada 2023 dan sudah keluar buku nikah. Bagaimana bisa ada pernikahan tercatat, sedangkan akta cerai dari pernikahan pertama belum keluar,” ujar Dewi.
Dewi juga menegaskan bahwa sejak awal dirinya tidak pernah merestui pernikahan tersebut.
“Anak saya ini dinikahkan oleh mantan suami saya, bukan atas restu saya,” tambahnya.
Pihak KUA Cikalongwetan, melalui Kepala KUA Ruhian, menyatakan bahwa seluruh proses pernikahan dilakukan berdasarkan berkas resmi dari pemerintah desa.
“Kalau KUA menerima pendaftaran sesuai data dan fakta dari desa, lengkap dengan tanda tangan serta stempel basah, ya tentu kita percaya. Secara mekanisme, sudah terpenuhi,” jelas Ruhian.
Namun, Hifni selaku penyuluh KUA, mengakui adanya kelemahan sistem dalam pencatatan nikah nasional (SIMKAH).
“Memang betul, kelemahan sistem ada. Kalau sistem tidak ada penolakan, maka proses dilanjutkan,” katanya.
Meski demikian, ketika ditanya soal mengapa pernikahan H dengan A dapat tercatat tanpa akta cerai yang sah, pihak KUA menyarankan agar hal tersebut ditelusuri lebih jauh ke Desa Mandalasari.
Upaya konfirmasi awak media ke Kepala Desa Mandalasari, Adey, sekaligus ayah dari H, tidak membuahkan hasil. Adey tidak berada di kantor desa, sementara para staf menolak memberikan kontak pribadinya.
Menanggapi hal tersebut, Dewi menuding adanya konflik kepentingan.
“Hifni itu teman sekolahnya H, jadi wajar kalau dia membela. Saya yakin buku nikah kedua bisa keluar karena ada kedekatan antara H dengan Hifni,” tegas Dewi.
Kasus ini menimbulkan dugaan adanya praktik penyalahgunaan wewenang dan “kongkalikong” antara pihak desa, KUA, dan keluarga kepala desa. Masyarakat pun mendesak aparat terkait, baik dari Kementerian Agama maupun aparat penegak hukum, segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam.
Rilis ini disampaikan sebagai bentuk transparansi informasi kepada publik, agar seluruh pihak yang berwenang dapat mengambil langkah hukum tegas demi menjaga integritas lembaga desa dan KUA.
(Sumber berita jpj)
Red, Dani